"الله جميل يحبّ الجمال"

Allah Itu Indah, Mencintai Keindahan

Sabtu, 13 Juni 2009

PESANTREN DIAMBANG KEHANCURAN

PESANTREN DIAMBANG KEHANCURAN

Persoalan ini mungkin sudah saatnya kita angkat kepermukaan untuk kita perbincangkan, tentunya dengan membuka tabir yang selama ini dijadikan topeng dari segala sesuatu yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini, pesantren tidak lagi di nilai dari keluhuran ajarannya melainkan dari sejauh mana pengalaman oknum di dalamnya, oleh karena itu jangan salahkan apabila ada seseorang berkata bahwa pesantren tercinta ini sekarang ada diambang kehancuran. Memang secara ekplisit pesantren saat ini berada di puncak kejayaan mengingat pesatnya pesatnya perkembangan yang terjadi, namun secara impilist kondisi pesantren sekarang ini sangat kritis mengingat realitas yang terjadi ditengah kehidupan para santri.

Dan terus terang saja. Moralitas yang dimiliki sebagian besar dari mereka hanyalah bersifat kondisional saja, moyoritas dari mereka sangat lihai dalam berlagak sufi ketika berhadapan dengan orang lain. Akan tetapi ketika berada di belakangnya, mereka tidak sungkan melakukan berbagai cara walaupun menyimpang dari norma agama, dan di antara mereka ada yang hanya fasih bersilat tidak dalam berbicara masalah keagamaan, sedang hasil keputusannya jarang teraktual dalam bentuk tindakan. Bahkan ironisnya apabila dirinya melakukan hal-hal yang secara jelas dilarang oleh agama, tanpa merasa bersalah ia membajak argumentasi lemah serta memutar balikkan fakta demi mendapatkan legitimasi hukum. Akan tetapi kalau orang lain yang melakukannya, dengan lantang ia berkata : itu perbuatan yang diharamkan, lagi pula mayoritas dari mereka cenderung mengutamakan simbol dari pada subtansi di dalamnya. Mereka bangga dengan atribut yang melekat pada dirinya, karena bagi mereka memakai kopyah, baju takwa, sarung, terompi dan sebagainya merupakan simbol kesantrian seseorang. Toh walaupun dibalik itu, sering kali tindakannya tidak mencerminkan ajaran pesantren. Hal-hal yang seperti inilah yang pada akhirnya mencoreng citra atau nama baik pesantren itu sendiri, sehingga tidak heran jika pesantren yang dulunya menjadi tumpuan berjuta-juta harapan, kini kualitasnya kian diragukan.

Sebagai salah satu elemen yang berada dibawah naungan pondok pesantren, kita harus bertanggung jawab dalam persoalan ini. Karena disadari atau tidak, ada digenggaman kitalah maju mundurnya pesantren tercinta ini. Oleh karena itu, marilah kita satukan tekat, rapatkan barisan demi memperjuangkan cita-cita luhur para pendiri dan pengasuh dalam membangun pesantren di atas pondasi keimanan dan ketaqwaan sekaligus bernuansa ilmu pengetahuan dengan bingkai akhlaqul karimah. Dalam mewujudkan hal ini, tentunya bukan hanya mengumbar kata, tapi mari kita tunjukkan melalui kinerja kita.

Oleh sebab itulah, pertama kedepan kita harus banyak berintrospeksi dari dalam setiap tindakan. Kita harus selalu bertanya kepada nurani. Apakah tindakan yang seperti ini nantinya akan berdampak positif atau tidak terhadap pesantren? Sehingga dengan sikap semacam ini kita akan meminimalisasi tindakan-tindakan yang akan menghancurkan citra pesantren. Kedua kita jangan pernah merasa bangga dikarenakan simbol yang ada. Karena bagaimanapun juga hal tersebut hanyalah topeng belaka yang sarat dengan fatamorgana. Kita harus mengabaikan hal semacam itu dengan mengutamakan subtansi dari pada santri itu sendiri yaitu menjunjung tinggi norma-norma agama, dengan sikap seperti ini kita tidak lagi memandang sinis, karena busana mereka, tidak sama dengan kita. Justru kita merasa sinis karena tindakan mereka, tidak sesuai dengan ajaran agama dan dengan sikap seperti ini pula diharapkan kita tidak lagi terpedaya dengan bentuk lahiriyah, melainkan selalu konsentrasi dalam memperbaiki kinerja batiniyah. Ketiga setiap diri kita harus mampu menjadi suri tauladan bagi generasi berikutnya. Kita jangan hanya pandai mengumbar kata, memberi fatwa dan sebagainya, akan tetapi kita harus mampu menerjemahkannya ke dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kita harus sadar bahwa salah satu faktor terbesar di balik dekadensi moral yang sedang terjadi di tengah kehidupan para santri. Karena minimnya suri tauladan dari para seniornya. Bahkan mungkin mereka berkata : aku tidak membutuhkan himbauan melainkan suri tauladan dari kalian.

Dan insyaallah kalau ketiga-tiganya tersebut menyatu kedalam jiwa dan tindakan kita, maka nilai-nilai kepesantrenan yang selami ini kian meredup, akan kembali bersinar serta siap menghadapi tantangan zaman. Dan dengan ketiganya, pesantren kedepan bukanlah sekedar wadah hampa akan tetapi mengandung berjuta-juta mutiara yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup manusia.

Saya akhiri oretan ini dengan sebuah ungkapat “selamat berjuang dalam rangka mempertahankan jati diri pesantren sebagai lembaga yang sarat dengan nilai-nilai islami tanpa terbawa arus globalisasi. Dan saya berdoa semoga keikutsertaan kalian berpatisipasi dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur ini bernilai ibadah disisi Allah subhanahu wata’alaa… Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon ... klo udah baca posting kami, jangan lupaaaaaaaaaaaa kasi komentar yaaa .... n saran konstruktif ....................


thanks yaa atas komentar kaliaaannnnnnnnnnnnnnn !!!!!